Senin, 31 Oktober 2016

RANTARI'S MAKE UP

visi misi dan SOP Rantari's make up

Visi: Untuk memberikan pelayanan dan kepuasan dalam kecantikan bagi seluruh wanita serta meningkatkan nilai produk jual dalam maupun luar negeri agar dapat bersaing dengan produk global


Misi:
·      Menggunakan bahan-bahan yang aman dan halal
·      Membuat produk kecantikan dengan menggunakan bahan alami yang berasal dari tumbuhan untuk kecantikan di Indonesia
·      Membuat pusat pemasaran di pusat-pusat kota
·      Mempromosikan di sosial media dengan unik sehingga menarik minat konsumen untuk membeli produk kami
·      Memilih duta kecantikan yang bisa membawa pengaruh besar pada bidang kecantikan
·      Mengadakan beauty class tiap bulan dan mengundang tokoh inspiratif
·      Mengadakan event kecantikan di kota-kota besar dengan tujuan memperkenalkan produk kepada masyarakat
Standard Operational Procedure :
a.       Ketentuan karyawan
1.       Pramuniaga
a)    Pelayanan
-   Setiap pramuniaga wajib bersikap ramah pada konsumen dan wajib membantu menunjukkan produk yang di inginkan konsumen. Jika produk yang diinginkan konsumen tidak ada segera hubungi bagian gudang untuk dicarikan stok.
-         Tiap-tiap pramuniaga wajib berpakaian rapih dengan ketentuan :
a.       Memakai celana panjang/rok
b.      Memakai Seragam karyawan
c.       Menggunakan sepatu
d.      Memakai ID Card
b)  Tiap-tiap pramuniaga wajib mengucapkan selamat pagi, siang atau malam kepada pelanggan yang datang.
c)     Pramuniaga yang sudah selesai melayani wajib menyerahkan barang yang akan dibeli untuk di packing oleh kasir.
d)    Setiap pramuniaga wajib berpenampilan menarik dan memakai make up saat bekerja dan dilarang berpenampilan kusut.
e)      Pramuniaga wajib bersifat sopan kepada konsumen.
f)   Pramuniaga wajib menjaga perkataan dan tidak membicarakan pelanggang lain di hadapan pelanggannya.
g)  Pramuniaga harus mengetahui keunggulan dari produknya agar pelanggang lebih tertarik
h) Pramuniaga wajib mengarahkan konsumen dan memperkenalkan produk-produk kecantikan yang tersedia.
i)     Memberikan nota pembayaran kepada konsumen dan menyerahkannya ke bagian kasir.
2.      Bagian administrasi merangkap kasir
a)     Berjaga di belakang kasir/bagian pembayaran.
b)    Bertugas untuk mengemas barang yang dibeli oleh konsumen.
c)    Menghitung total pembayaran yang harus dibayar oleh konsumen dengan teliti.
d)    Memberikan stempel “LUNAS” pada nota yang sudah dibayar oleh konsumen.
e)    Memastikan bahwa proses pembayaran sudah sah dan benar agar tidak terjadi masalah.
f)  Mengucapkan terimakasih dan mengundang untuk datang kembali setelah proses pembayaran selesai.
3.      Supervisor
a)      Melakukan pengawasan kepada setiap karyawan yang bekerja dengan cermat.
b)      Memberikan teguran kepada karyawan yang berbuat lalai saat bekerja.
c)      Membantu karyawan yang mengalami kesulitan pada saat mengarahkan konsumen.
d)     Mengkoordinasi setiap karyawan untuk bekerja dengan lebih baik.

Anggota  Kelompok:
- Irtia Rifda Pawae                 : 15514473
- Ishadi Adikusumo                : 15514494
- Kartika Iasyah                      : 15514875
- M. Taufik Dermawan           : 17514563
- Nadira Raycha                      : 17514749

Selasa, 14 Juni 2016

Perilaku Konsumtif

Anggota :
  • Adetya Ilham
  • Akbario Hadi Wijaya
  • Hikman Tartila
  • Ishadi Adikusumo
  • M. Taufik Dermawan
  • Nalurita Syahfitri
  • Reza Okky Kurniawan
  • Trisya Handika Putri
Pengertian Perilaku Konsumtif
Pengertian Perilaku Konsumtif adalah - Kata “konsumtif” sering diartikan sama dengan “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada  segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Tambunan, 2003).
Faktor-Faktor Perilaku Konsumtif
Menurut Kottler dan Amstrong (1997) ada beberapaa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses perilaku pembelian. Berdasarkan konteks pria metroseksual maka faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
  1. Pekerjaan, Pria metroseksual kebanyakan adalah eksekutif muda. Masalah penampilan jelas terlihat dari pakaian dengan segala atributnya seperti dasi, sepatu sampai parfum dan sebagainya. Faktor yang relevan dengan sisi penampilan juga ditambah dengan perawtan tubuh mulai dari salon, spa dan klub  fitnes.
  2. Situasi ekonomi, Kartajaya,dkk (2004) mengatakan bahwa pria metroseksual biasanya berasal dari kalangan dengan penghasilan ekonomi yang besar. Besarnya materi yang dikeluarkan untuk  menunjang perilaku konsumtif yang mereka lakukan bukan menjadi masalah.
Aspek Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif
Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan konsumsi yang berlebihan.Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan dampak:

  1. Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
  2. Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam.
  3. Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Bila di lihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak:
  1. Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
  2. Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
  3. Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang.   
Daftar Pustaka

Kamis, 24 Maret 2016

Fenomena Kesehatan Mental dan Konsep Normal, Abnormal



Fenomena Kesahatan Mental
dan Konsep Normal – Abnormal di Masyarakat


Sehat adalah suatu kondisi dimana seseorang dalam keadaan baik antara jasmani dan rohani, keduanya saling berhubungan mengatur fungsi-fungsi yang ada pada tubuh kita. Semua orang ingin dirinya dalam keadaan sehat , tidak ada seseorang yang menginkan dirinya dalam keadaan tidak sehat. Kesehatan adalah seseuatu yang berharga dan mahal oleh sebab itu penting bagi diri kita untuk menjaga kesehatan tubuh kita. Pada zaman sekarang ini banyak sekali manusia yang memiliki pola hidup yang tak sehat berbeda sekali dengan manusia terdahulu yang selalu menjaga pola hidup mereka. Mulai dari makanan, olahraga, atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan sehingga, sudah banyak sekali penyakit – penyakit baru yang bermunculan pada saat ini. Tak hanya penyakit jasmani saja yang ada pada saat ini namun juga penyakit yang tak bisa dianggap remeh karena berhubungan dengan mental atau jiwa seseorang dan berkaitan erat dengan psikologi. Maka dari itu Psikologi sebagai ilmu yang sudah berdiri sendiri pada saat ini membahas tentang adanya suatu masalah berkaitan dengan Kesehatan Mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose). Suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Masih banyak sekali masyarakat khususnya di Indonesia yang meremehkan kesehatan mental. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang menghindar untuk datang ke psikolog atau psikiater hanya karena stigma yang sudah tersebar bahwa orang yang datang ke psikolog atau ke psikiater adalah orang “gila” atau mempunyai gangguan jiwa. Salah satu contoh fenomena kesehatan mental yang ada di kalangan masyarakat adalah sebagai berikut : Sudah tak asing lagi mungkin bagi kita mendengar peristiwa hamil diluar nikah , miris memang mendengarnya namun begitulah kenyataannya yang terjadi pada saat ini dikalangan para remaja. Mengikuti gaya hidup seperti yang ada di Barat sudah banyak sekali remaja di Indonesia yang mengalami hamil diluar nikah, dan sebagian besar dari mereka merasa malu karena mendapat omongan dari luar sehingga munculah gangguan-gangguan mental seperti stress, depresi,dan frustasi hal ini juga disebabkan karena pasangan mereka meninggalkannya setelah tahu bahwa perempuannya positif hamil. Gangguan mental tersebut yang akhirnya membuat para korban hamil diluar nikah ini memilih untuk mengaborsi bayi tersebut atau bahkan yang lebih parahnya mereka berani mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Peristiwa ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa seseorang yang di hidupnya mendapatkan tekanan dari luar berupa omongan-omongan negatif dapat menyebabkan seseorang mengalami stress dan apabila seseorang yang mendapat tekanan tersebut memiliki jiwa yang tidak kuat maka akan timbul suatu ganggguan kejiwaan dan menurunnya mental mereka. Oleh karena itu Kesehatan Mental tidak bisa begitu saja kita remehkan karena begitu besar dampaknya bagi kehidupan .


 Karena tidak ada satu orang pun yang memiliki model manusia yang ideal, maka kita sukar untuk secara pasti mengklasifikasikan apa yang dimaksud normal dan abnormal.

 Berikut ciri-ciri yang pribadi yang sehat-normal menurut aspek penyesuaian diri :
  • Sikap terhadap diri sendiri --> Menunjukkan penerimaan diri (konsep diri); memiliki jati diri yang memadai (positif); memiliki penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh diri sendiri. 
  • Persepsi terhadap realitas --> Memiliki pandangan yang realistik terhadap diri sendiri dan terhadap dunia, orang lain dan benda di sekelilingnya dalam kehidupan kesehariannya.
  • Integrasi  --> Berkepribadian utuh, bebas dari konflik-konflik batin yang melumpuhkan, memiliki toleransi yang baik terhadap stres (dapat menyelesaikan masalah dan memiliki coping stres yang sesuai).
  • Kompetensi --> Memiliki kompetensi-kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang memadai untuk mengatasi berbagai problema hidup dalam kesehariannya.
  • Otonomi --> Memiliki kemandirian, tangggung jawab dan penentuan diri (self determination, self direction) yang memadai disertai kemampuan cukup untuk membebaskan diri dari aneka pengaruh sosial agar tidak terombang-ambing dan terpengaruh secara cepat oleh lingkungan sosial sekitar.
  • Pertumbuhan aktualisasi diri --> Menunjukkan kecenderungan ke arah menjadi semakin matang, kemampuan-kemampuannya dan mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi, semakin bertambah umur diharapkan tingkat kematangan seseorang pun semakin membaik sesuai dengan tingkat kematangan umurnya. 

Beberapa kriteria yang dimaksud adalah penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan dari norma-norma sosial, gejala "salah suai" (malajudgement), tekanan batin, dan ketidakmatangan.
  1. Penyimpangan dari norma-norma statistik abnormal adalah setiap hal yang luar biasa, tidak lazim, atau secara harfiah yang menyimpang dari norma. hampir setiap kepribadian tersebar dalam populasi orang mengikuti kurva normal yang bentuknya mirip genta/lonceng, di mana dua pertiga dari jumlah kasus terletak pada sepertiga dari keseluruhan bidang yang mewakili populasi tersebut. kriteria ini cocok diterapkan untuk sifat kepribadian tertentu seperti sifat agresif, di mana makin jauh dari nilai rata-rata baik ke arah kiri maupun kanan kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrem (rendah atau tinggi), yang dua-duanya berkonotasi negatif. sebaliknya kriteria ini tidak cocok untuk sifat-sifat kepribadian lain, seperti inte;egensi sebab kendati sama-sama abnormal namun genius (ektrem tinggi) jelas mempunyai nilai positif, sedangkan sifat idiot (ekstrem rendah) punya nilai negatif.
  2. Penyimpangan dari norma-norma sosial Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non konformitas, yaitu sifat tidak patuh atau tidak sejalan dengan norma sosial. inilah yang disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim dalah normal. kendati tidak selalu sepakat, namun patokan semacam ini sering berlaku dalam masyarakat. patokan ini didasarkan pada dua pengandaian yang patut diragukan kebenarannya. pertama aalah apa yang dinaliali tinggi dan dilakukan oleh mayoritas selalu baik dan benar. kedua bahwa perbuatan individu yang sejalan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku selalu menunjang kepentingan individu itu sendiri maupun kepentingan kelompok atau masyarakat.
  3. Gejala "salah suai" (malajudgement) abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, artinya tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat berpenyesuaian baik (well adjusted) tanpa memanfaatkan dan  mengembangkan kemampuan-kemampuannya. tidak sedikit orang yang secara umum disebut "berhasil" dalam menjalani hidup ini, adalam arti hidup "lumrah baik" namun sebagai pribadi tidak pernah berkembang secara maksimal optimal.
  4. Tekanan Batin abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi atau sedih atau perasaan bersalah yang mendalam. namun, ini bukan patokan yang baik untuk membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak berkesudahan mungkin memang merupakn indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres. sebaliknya sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan manakala mengalami musibah, kekecewaan dan ketidakadilan. Ketabahan memang merupakan suatu indikator kemasakan menghadpi bencana, namun dalam keadaan biasa wajar misalnya, akan terkesan aneh apabila seseorang merasa gembira menghadapi kematian otang yang terkasih.
  5. Ketidakmatangan Seseorang dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, dan tidak sesuai dengan situasinya. misalnya sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan kematangan. Colemen, Butcher dan Crason (1980) dengan tetap menyadari kekurangannya akhirnya menggunakan dua kriteria yaitu abnormalitas sebagai penyimpangan dari norma-norma masyarakat dan abnormalitas dalam arti apa saja yang bersifat maladaptif. yang terakhir berati apa saja yang tidak menunjang kesejahteraan sang individu sehingga pada akhirnya juga tidak menunjang kemaslahatan masyarakat. kesejahteraaan atau kemaslahatan masyarakat meliputi baik kemampuan bertahan maupun perkembangan-pencapaian pemenuhan diri atau aktualisasi dari berbagai kemampuan yang dimiliki.
Jadi definisi dan ciri-ciri Perilaku abnormal adalah perilaku yang dilakukan di luar batas wajar orang lain pada umumnya (ektrem kiri maupun kanan), menyimpang dari norma sosial atau tata aturan dalam hidup berkelompok sosial (masyarakat), kurang berhasilnya memanfaatkan kemampuan diri individu itu sendiri dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri, seseorang yang mengalami tekanan batin yang kronik mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan tingkat kematangan seseorang yang tidak sesuai dengan tingkat usianya yang sepantasnya tidak dilakukan.